Saturday, August 5, 2017
Terungkap sudah Kenapa Builder Meninggalkan "CLAN OF CLANS"
By Unknown at August 05, 2017
No comments
Wednesday, July 26, 2017
Monday, July 17, 2017
Lemari Etalase Lampung utara, waykanan baradatu
Toko Etalase Okta |
Lemari
Etalase
Bingung
mau cari Lemari yang sesuai Model dan kesukaan kamu,.... disini aja di TOKO ETALASE OKTA Yang berada diBaradatu,
Waykanan, Lampung,... Banyak pilihannya dehhhhhhhhhh.,,, Diantaranya :
1. Lemari
Hias
2. Lemari
baju
3. Lemari
piring
4. Lemari
Sudut
5. Lemari
TV
6. Lemari
kompor
7. Lemari
Rak sepatu
Dan tentunya nih masih banyak
pilihan lemari yang lainnya,....................!!!!
Temen-temen perlu tau
iaaaa................ kalau mau membuat usaha dengan membuka toko Jual Etalase,
Kami siap untuk menyetoki atau mengirim barang ketoko anda dan pastinya nanti
akan mendapat konpensasi harganya.....agak miring lahhh..,,,
Oke
untuk yang rumahnya khusus wilayah Baradatu dan sekitarnya Ongkir Geratissss...
tapi kalok untuk rumahnya di luar baradatu kita Nego aja sayyyyyyy...,.,,.,,.,,
Friday, July 14, 2017
Tuesday, July 11, 2017
Cotoh koflik yang Timbul Dimasyarakat
Cotoh koflik Dimasyarakat
KONFLIK DI
WILAYAH KABUPATEN WAY KANAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Kehidupan
bangsa Indonesia dewasa ini tengah menghadapi ancaman serius berkaitan dengan
mengerasnya konflik-konflik dalam masyarakat, baik yang bersifat vertikal
maupun horizontal. Konflik-konflik itu pada dasarnya merupakan produk dari
sistem kekuasaan Orde Baru yang militeristik, sentralistik, dominatif, dan
hegemonik. Sistem tersebut telah menumpas kemerdekaan masyarakat untuk
mengaktualisasikan dirinya dalam wilayah sosial, ekonomi, politik, maupun
kultural.Keajemukan bangsa yang seharusnya dapat kondusif bagi pengembangan
demokrasi ditenggelamkan oleh ideologi harmoni sosial yang serba semu, yang
tidak lain adalahi deologi keseragaman.
Bagi negara kala itu, kemajemukan dianggap
sebagai potensi yang dapat mengganggu stabilitas politik. Karena itu negara
perlu menyeragamkan setiap elemen kemajemukan dalam masyarakat sesuai dengan
karsanya, tanpa harusmerasa telah mengingkari prinsip dasar hidup bersama dalam
keperbagaian. Dengan segala kekuasaan yang ada padanya negara tidak segan-segan
untuk menggunakan cara-cara koersif agar masyarakat tunduk pada ideologi negara
yang maunya serba seragam, serba tunggal.Perlakuan Negara yang demikian diapresiasi dan diinternalisasi oleh masyarakat
dalam kesadaran sosial politiknya.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan
konflik ?
2. Apa saja macam- macam
konflik ?
3. Bagaimana cara
penyelsaian konflik ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu
konflik
2. Untuk mengetahui
macam macam konflik
3. Untuk mengetahui
bagaimana cara penyelsaian konflik
BAB II
PEMBAHASAAN
A. Pengertian Konflik
Konflik adalah sesuatu yang hampir tidak
mungkin bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Selama masyarakat masih
memiliki kepentingan, kehendak, serta cita-cita konflik senantiasa “mengikuti
mereka”. Oleh karena dalam upaya untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan
pastilah ada hambatan-hambatan yang menghalangi, dan halangan tersebut harus
disingkirkan. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi benturan-benturan
kepentingan antara individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.
Jika hal ini terjadi, maka konflik merupakan sesuatu yang niscaya terjadi dalam
masyarakat.
Konflik antarbudaya ataupun multidimensional
yang sering muncul dan mencuat dalam berbagai kejadian yang memprihatinkan
dewasa ini bukanlah konflik yang muncul begitu saja. Akan tetapi, merupakan
akumulasi dari ketimpangan–ketimpangan dalam menempatkan hak dan kewajiban yang
cenderung tidak terpenuhi dengan baik. Konflik merupakan gesekan yang terjadi
antara dua kubu atau lebih yang disebabkan adanya perbedaan nilai, status,
kekuasaan, kelangkaan sumber daya, serta distribusi yang tidak merata, yang
dapat menimbulkan deprifasi relative di masyarakat. Konflik dan kehidupan
manusia tidak mungkin untuk dapat dipisahkan dan keduanya berada bersama-sama
karena perbedaan nilai, status, kekuasaan, dan keterbatasan sumber daya itu
memang pasti ada dalam masyarakat. Konflik akan selalu kita dijumpai dalam
kehidupan manusia atau kehidupan masyarakat sebab untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya manusia melakukan berbagai usaha yang dalam pelaksanaannya selalu
dihadapkan pada sejumlah hak dan kewajiban. Jika hak dan kewajiban tidak dapat
terpenuhi dengan baik, maka besar kemungkinan konflik terjadi.
Istilah konflik itu sendiri seringkali
mengandung pengertian negatif, yang cenderung diartikan sebagai lawan kata dari
pengertian keserasian, kedamaian, dan keteraturan. Konflik seringkali
diasosiasikan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pandangan yang sempit
mengenai konflik yang demikian, tidak mudah untuk diubah. Munculnya budaya
“mencegah konflik”, “meredam konflik” dan anggapan bahwa berkonflik adalah
“berkelahi” bukanlah sesuatu yang relevan untuk kondisi saat ini. Konflik
bukanlah sesuatu yang dapat dihindari atau disembunyikan, tetapi harus diakui
keberadaannya, dikelola, dan diubah menjadi suatu kekuatan bagi perubahan
positif.
Konflik perlu dimaknai sebagai suatu jalan
atau sarana menuju perubahan masyarakat. Keterbukaan dan keseriusan dalam
mengurai akar permasalahan konflik dan komunikasi yang baik dan terbuka
antarpihak yang berkepentingan merupakan cara penanganan konflik yang perlu
dikedepankan. Adanya data dan informasi yang jujur dan dapat dipahami oleh
semua pihak yang berkepentingan merupakan syarat bagi terjalinnya komunikasi di
atas. Keragaman budaya yang ada bisa juga berarti keragaman nilai-nilai.
Keragaman nilai bangsa kita seharusnya dipandang sebagai modal bangsa, bukan
sebagai sumber konflik. Interaksi lintas budaya yang apresiatif dan komunikatif
dapat melahirkan proses sintesa–sintesa budaya. Budaya yang universal yang
lebih dapat menaungi komunitas yang lebih besar, ataupun berkembanganya suatu
sistem nilai (budaya) tertentu sebagai akibat “sentuhan–sentuhan” dengan sistem
nilai (budaya) tertentu, adalah sesuatu yang kita harapkan.
Kenyataan sejarah manusia dipenuhi oleh
fakta-fakta pertentangan kepentingan. Kematangan sebuah komunitas atau
masyarakat sangat ditentukan oleh bagaimana elemen-elemen atau unsur-unsurnya
di dalam mengelola kepentingan–kepentingan yang muncul. Perlu disadari bahwa
konflik dapat menciptakan perubahan. Konflik merupakan salah satu cara
bagaimana sebuah keluarga, komunitas, perusahaan, dan masyarakat berubah.
Konflik juga dapat mengubah pemahaman kita akan sesama, mendorong kita untuk
memobilisasi sumber daya dengan model yang baru. Konflik membawa kita kepada
klarifikasi pilihan–pilihan dan kekuatan untuk mencari penyelesaiannya.
1. Pengertian Konflik Menurut Para
Ahli
a. Menurut Berstein, konflik merupakan suatu
pertentangan, perbedaan yang tidak dapat dicegah yang mempunyai potensi yang
memberi pengaruh positif dan negatif.
b. Dr.
Robert M.Z Lawang, konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status,
kekuasaan, di mana tujuan dari mereka yang berkonflik, tidak hanya memperoleh
keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya.
c. Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah
suatu proses sosial di mana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha
untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai
dengan ancamandan atau kekerasan.
2.
Faktor-Faktor Penyebab Konflik
Secara garis besar berbagai
konflik dalam masyarakat dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk
konflik berikut ini.
a.
Berdasarkan Sifatnya
Berdasarkan sifatnya, konflik
dapat dibedakan menjadi:
1)
Konflik destruktif merupakan konflik yang muncul
karena adanya perasaan tidak senang, rasa benci dan dendam dari seseorang
maupun kelompok terhadap pihak lain.
2)
Konflik konstruktif merupakan konflik yang
bersifat fungsional, konflik ini muncul karena adanya perbedaan kelompok-kelompok
dalam menghadapi suatu masalah.
b.
Berdasarkan Posisi Pelaku yang Berkonflik
Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik, konflik
dibedakan menjadi:
1)
Konflik vertikal merupakan konflik antarkomponen
masyarakat di dalam satu struktur yang memiliki hierarki.
2)
Konflik
horizontal merupakan konflik yang terjadi antar individu atau kelompok yang
memiliki kedudukan yang sama.
3)
Konflik
diagonal merupakan konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan alokasi
sumber daya ke seluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan yang
ekstrim.
c.
Berdasarkan Sifat Pelaku yang Berkonflik
1)
Konflik terbuka, merupakan konflik yang diketahui
oleh semua pihak.
2)
Konflik
tertutup merupakan konflik yang hanya diketahui oleh orang-orang atau kelompok
yang terlibat konflik.
d.
Berdasarkan Konsentrasi Aktivitas Manusia di dalam
Masyarakat
Konflik dibedakan menjadi
konflik sosial, konflik politik, konflik ekonomi, konflik budaya, dan konflik
ideologi.
1)
Konflik sosial merupakan konflik yang terjadi
akibat adanya perbedaan kepentingan sosial dari pihak yang berkonflik. Konflik
sosial ini dapat dibedakan menjadi konflik:
a)
Konflik sosial vertikal
b)
Konflik sosial horizontal
2)
Konflik politik merupakan konflik yang terjadi
karena adanya perbedaan kepentingan yang berkaitan dengan kekuasaan.
3)
Konflik
ekonomi merupakan konflik akibat adanya perebutan sumber daya ekonomi dari
pihak yang berkonflik.
4)
Konflik budaya merupakan konflik yang terjadi
karena adanya perbedaan kepentingan budaya dari pihak yang berkonflik.
5)
Konflik ideologi merupakan konflik akibat adanya
perbedaan paham yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang.
e.
Berdasarkan Cara Pengelolaannya
Berdasarkan cara pengelolaannya, konflik dapat
dibedakan menjadi konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik
antarkelompok sosial.
1)
Konflik interindividu merupakan tipe yang paling
erat kaitannya dengan emosi individu hingga tingkat keresahan yang paling
tinggi. Perspektif konflik interindividu mencakup tiga macam situasi alternatif
berikut.
a)
Konflik pendekatan-pendekatan
b)
Konflik menghindari-menghindari
c)
Konflik pendekatan-menghindari
2)
Konflik antarindividu merupakan konflik yang
terjadi antara seseorang dengan satu orang atau lebih, sifatnya kadang-kadang
substantif menyangkut perbedaan gagasan, pendapat, kepentingan, atau bersifat
emosional, menyangkut perbadaan selara, dan perasaan like/dislike.
3)
Konflik
antarkelompok merupakan konflik yang banyak dijumpai dalam kenyataan hidup
manusia sebagai makhluk sosial, karena mereka hidup berkelompok-kelompok.
f.
Dampak Adanya Konflik
Setiap konflik yang terjadi dalam masyarakat akan membawa dampak, baik
dampak secara langsung maupun tidak langsung.
1)
Dampak Secara Langsung
Dampak ini dirasakan oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Adapun dampak secara langsung adalah
sebagai berikut.
a)
Menimbulkan keretakan hubungan antar individu atau
kelompok dengan individu atau kelompok lainnya.
b)
Adanya perubahan kepribadian seseorang,
seperti selalu muncul rasa curiga, rasa benci, dan akhirnya bisa berubah
menjadi tindak kekerasan.
c)
Hancurnya
harta benda dan korban jiwa, jika konflik tersebut berubah menjadi tindakan
kekerasan.
d)
Kemiskinan bertambah akibat tidak
kondusifnya keamanan.
2)
Dampak Tidak Langsung
Dampak tidak langsung
merupakan dampak yang dirasakan oleh pihak-pihak yang tidak terlibat langsung
dalam sebuah konflik ataupun dampak jangka panjang dari suatu konflik yang
tidak secara langsung dirasakan oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Dampak Positif Adanya Konflik Sebuah konflik juga
memiliki sisi positif. Adapun sisi positif dari sebuah konflik adalah sebagai
berikut.
a)
Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok
b)
Munculnya
pribadi-pribadi yang kuat dan tahan uji menghadapai berbagai situasi konflik
c)
Membantu menghidupkan kembali norma-norma
lama dan menciptakan norma-norma baru
d)
Munculnya kompromi baru apabila pihak yang
berkonflik dalam kekuatan seimbang.
B.
Konflik Di Wilayah way kanan
ragamlampung.com – Pemerintah Kabupaten Way Kanan
berupaya untuk melakukan pencegahan, penanganan dan penyelesaian tingginya
perosoaln tanah yang terjadi di Way Kanan dengan tetap memperhitungkan aspek
hukum maupun non hukum.
“Mencari solusi yang terbaik dalam menuntaskan
permasalahan pertanahan bagi para pihak yang berkonflik mutlak dilakukan guna
memberikan rasa keadilan dan suasana kondusifitas di tengah-tengah masyarakat.
Hal ini mengingat tingginya permasalahan pertanahan yang begitu kompleks yang tidak hanya berujung ke ranah hukum/pengadilan maupun diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi) bahkan tidak jarang yang penyelesaiannya melalui tindakan anarkis berujung pidana,”kata Bupati Hi.Raden Adipati Surya,SH,MM., saat Sosialisasi Sistem Pendaftaran Tanah Kabupaten Way Kanan Tahun 2016 yang dikuti oleh Aparatur sipil Negara dilingkungan Pemkab Way Kanan, bertempat di Aula BKDD Selasa pagi (23/08/2016).
Hal ini mengingat tingginya permasalahan pertanahan yang begitu kompleks yang tidak hanya berujung ke ranah hukum/pengadilan maupun diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi) bahkan tidak jarang yang penyelesaiannya melalui tindakan anarkis berujung pidana,”kata Bupati Hi.Raden Adipati Surya,SH,MM., saat Sosialisasi Sistem Pendaftaran Tanah Kabupaten Way Kanan Tahun 2016 yang dikuti oleh Aparatur sipil Negara dilingkungan Pemkab Way Kanan, bertempat di Aula BKDD Selasa pagi (23/08/2016).
Menurut
Adipati, penyebabnya adalah terjadinya ketimpangan struktur penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Konflik tanah tidak hanya
menyangkut soal tanah sebagai harta kekayaan, melainkan juga tanah sebagai
objek hukum dan fungsi sosial. Hal ini terbukti dengan banyaknya konflik tanah
warisan atau hibah, penyerobotan tanah, konflik batas maupun konflik atas ganti
rugi tanah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan swasta.
Salah
satu solusi agar meminimalisasi konflik pertanahan tersebut adalah dengan
penguatan dan penertiban Administrasi pertanahan dalam sistem pendaftaran
tanah. Tertib administrasi pertanahan merupakan keadaan dimana untuk setiap
bidang tanah tersedia aspek-aspek ukuran fisik, penguasaan pengguna, jenis hak
dan kepastian hukumnya yang dikelola dalam sistem informasi pertanahan lengkap.
Selain
hal tersebut terdapat mekanisme prosedur, tata kerja pelayanan dibidang
pertanahan yang sederhana, cepat dan masal yang dilaksanakan secara tertib dan
konsisten. Oleh karenanya, Camat, Aparatur Kelurahan/Kampung sebagai garda
terdepan dalam pelayanan dibidang administrasi pertanahan membutuhkan
peningkatan pemahaman terhadap tertib administrasi dalam sistem pendaftaran
tanah. (kan)
C.
Cara Penyelsaian Konflik
Beberapa model cara
penyelsaian konflik. Setelah mengetahui penyebab terjadinya konflik, kini bisa
dimulai untuk mencoba berbagai alternatif teoretis untuk menyelesaikan konflik
yang tejadi. Secara umum, untuk menyelesaikan konflik dikenal beberapa istilah,
yakni
1.
pencegahan konflik; pola ini bertujuan untuk
mencegah timbulnya kekerasan dalam konflik.
2.
penyelesaian konflik; bertujuan untuk mengakhiri
kekerasan melalui persetujuan perdamaian.
3.
pengelolaan
konflik; bertujuan membatasi atau menghindari kekerasan melalui atau mendorong
perubahan pihak-pihak yang terlibat agar berperilaku positif.
4.
resolusi
konflik; bertujuan menangani sebab-sebab konflik, dan berusaha membangun
hubungan baru yang relatif dapat bertahan lama di antara kelompok-kelompok yang
bermusuhan.
5.
transformasi
konflikyakni mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih
luas, dengan mengalihkan kekuatan negatif dari sumber perbedaan kepada kekuatan
positif. Selain memahami istilah-istilah penyelesaian konflik tersebut, adalah
juga penting untuk memahami;
a.
tahapan konflik
b.
tahap penyelesaian konflik.
c.
tiga asumsi
penyelesaian konflik.Tahapan-tahapan konflik tersebut antara lain potensi
oposisi atau keadaan pendorong, kognisi dan personalisasi,
penyelesaian-penanganan konflik, perilaku konflik yang jelas, dan hasil. Untuk
tahapan penyelesaian konflik adalah pengumpulan data, verifikasi, mendengar
kedua belah pihah yang berkonflik, menciptakan kesan pentingnya kerjasama,
negosiasi, dan menciptakan kerukunan. Sementara itu, asumsi-asumsi dalam
penyelesaian konflik adalah
1)
Kalah-Kalah;
setiap orang yang terlibat dalam konflik akan kehilangan tuntutannya jika
konflik terus berlanjut.
2)
Kalah–Menang; salah satu pihak pasti ada yang
kalah, dan ada yang menang dari penyelesaian konflik yang terjadi. Jika yang
kalah tidak bisa menerima sepenuhnya, maka ada indikasi munculnya konflik baru.
3)
Menang-Menang: dua pihak yang berkonflik
sama-sama menang. Ini bisa terjadi jika dua pihak kehilangan sedikit dari
tuntutannya, namun hasil akhir bisa memuaskan keduanya. Istilah ini lebih
popular dengan nama win-win solution di mana kedua belah pihak merasa menang
dan tidak ada yang merasa dirugikan.
Selain asumsi-asumsi di atas,
juga perlu untuk mengetahui strategi- strategi untuk mengakhiri konflik.
Setidaknya ada sepuluh strategi untuk mengakhiri konflik, yakni abandoning atau
mening-galkan konflik, avoiding atau menghindari, dominating atau menguasai,
obliging atau melayani, getting help atau mencari bantuan, humor atau bersikap
humoris dan santai, postponing atau menunda, compromise atau berkompromi,
integrating atau mengintegrasikan, problem solving atau bekerjasama
menyelesaikan masalah.
Sementara itu, untuk
menyelesaikan konflik, secara teoretis ada banyak sekali model, namun dalam
tulisan ini hanya akan di sajikan beberapa model saja. Di antaranya adalah
sebagai berikut. Pertama, model
penyelesaian berdasarkan sumber konflik. Dalam model ini, untuk bisa
penyelesaian konflik dituntut untuk terlebih dahulu diketahui sumber-sumber
konflik: apakah konflik data, relasi, nilai, struktural, kepentingan dan lain
sebagainya. Setelah diketahui sumbernya, baru melangkah untuk menyelesaikan
konflik. Setiap sumber masalah tentunya memiliki jalan keluar masing-masing
sehingga menurut model ini, tidak ada cara penyelesaian konflik yang tunggal .
Kedua, model Boulding. Model Boulding menawarkan metode mengakhiri konflik
dengan tiga cara, yakni menghindar, menaklukkan, dan mengakhiri konflik sesuai
prosedur. Menghindari konflik adalah menawarkan kemungkinan pilihan sebagai jawaban
terbaik. Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa ini hanya bersifat sementara
agar kedua pihak dapat memilih jalan terbaik mengakhiri konflik. Menaklukkan
adalah pengerahan semua kekuatan untuk mengaplikasikan strategi perlawanan
terhadap konflik. Mengakhiri konflik melalui prosedur rekonsiliasi atau
kompromi adalah metode umum yang terbaik dan paling cepat mengakhiri konflik.
Ketiga, model pluralisme budaya. Model pluralisme budaya, dapat membantu untuk
melakukan resolusi konflik. Misalnya, individu atau kelompok diajak memberikan
reaksi tertentu terhadap pengaruh lingkungan sosial dengan mengadopsi
kebudayaan yang baru masuk. Inilah yang kemudian disebut sebagai asimilasi
budaya. Selain asimilasi, faktor yang bisa membuat kita menyelesaikan konflik adalah
akomodasi. Dalam proses akomodasi, dua kelompok atau lebih yang mengalami
konflik harus sepakat untuk menerima perbedaan budaya, dan perubahan penerimaan
itu harus melalui penyatuan penciptaan kepentingan bersama.Keempat, model
intervensi pihak ketiga. Dalam model ini ada beberapa bentuk, yakni coercion,
arbitrasi, dan mediasi. Coercion adalah model penyelesaian konflik dengan cara
paksaan, di mana masing-masing pihak dipaksa untuk mengakhiri konflik.
Arbitrasi adalah penyelesaian konflik dengan cara mengambil pihak ketiga untuk
memutuskan masalah yang terjadi, dan keputusan pihak ketiga harus dipatuhi oleh
masing-masing pihak. Sementara itu, mediasi berarti pihak ketiga hanya
berfungsi untuk menjembatani penyelesaian konflik yang terjadi dalam masyarakat.
Keempat hal di atas hanyalah sebagian dari berbagai model penyelesaian konflik
yang ada. Masih banyak lagi model-model penyelesaian konflik yang lain. Namun
demikian, satu hal yang harus diingat adalah setiap konflik memiliki
kompleksitas yang berbeda-beda sehingga tidak bisa mengambil salah satu model
untuk langsung diterapkan begitu saja untuk menyelesaikannya. Harus dipahami
secara sungguh-sungguh kerumitan dan kompleksitas konflik yang akan dicari
jalan keluarnya. Budaya Lokal sebagai Sarana Resolusi Konflik . Selain
model-model penyelesaian konflik yang sudah ada secara teoretis di atas, harus
diingat juga bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang memiliki keragaman
budaya. Setiap budaya memiliki kearifan-kearifan tersendiri dalam menyikapi permasalahan
hidup yang dihadapi, termasuk di dalamnya kearifan dalam menyelesaikan konflik.
Kearifan-kearifan seperti inilah yang sering disebut sebagai kearifan lokal
(local wisdom).
Sejalan dengan banyaknya
konflik yang terjadi di Indonesia, bersamaan itu muncul pula teori-teori
tentang penyelesaian konflik yang berasal dari luar dan dalam negeri sebagai
bahan referensi pada berbagai diskusi, seminar dan analis konflik. Namun
demikian, penerapannya tidaklah mudah karena variabel faktor-faktor lain sulit diprediksi.
Konflik-konflik yang tengah berlangsung di wilayah nusantara, baik konflik
vertikal maupun konflik horisontal telah menimbulkan gangguan terhadap
ketahanan bangsa dan negara karena cenderung melebar ke aspek-aspek kehidupan
nasi-onal yang lain, di antaranya gejala pudarnya rasa persatuan dan kesatuan
bangsa pada sebagian warga Indonesia. Ciri kemajemukan bangsa dan wilayah
negara kita yang berbentuk kepulauan harus diterima sebagai kenyataan objektif
yang mengandung potensi konflik. Sumber-sumber konflik dalam suatu negara
antara lain konflik separatis, perebutan sumber daya alam, persoalan
SARA/etnisitas, kesenjangan ekonomi, kriminalitas, pengangguran, perang
saudara, pemberontakan bersenjata, politik, dan sebagainya. Indonesia juga
memiliki potensi konflik lain yang dapat menimbulkan integrasi nasional, yaitu
pontensi konflik antarsuku, agama, ras, golongan, pusat-daerah, sipil-militer,
lembaga-lembaga pemerintah/negara, Jawa-non Jawa, penguasa-masyarakat, dan
lain-lain. Selain itu, terdapat potensi konflik yang mewarnai implementasi
otonomi daerah, seperti konflik antarpemerintah lokal (saling berbatasan),
konflik-konflik antarkekuatan rakyat berbasis lokal melawan aparat pemerintah,
konflik antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dan sebagainya. Umumnya
konflik tentang identitas dalam suatu masyarakat cenderung lebih rumit,
bertahan lama serta sulit dikelola, sedangkan konflik yang berciri primordial
sulit dipecahkan karena sangat emosional. Untuk mengatasi itu semua, tidak ada
resep mujarab yang langsung menyembuhkan karena selalu muncul interaksi rumit
antarkekuatan berbeda di samping variabel kondisi sosial wilayah tanah air.
Pola penyelesaian konflik di suatu daerah tak mungkin diterapkan di daerah
lain. Oleh karena itu, dalam menentukan langkah penyelesaian berbagai peristiwa
konflik perlu dicermati dan dianalisis, tidak saja berdasarkan teori-teori
konflik universal, tetapi perlu juga menggunakan paradigma nasional atau lokal
agar objektivitas tetap berada dalam bingkai kondisi, nilai, dan tatanan
kehidupan bangsa kita. Faktor-faktor sebagai pendukung analisis pemecahan
konflik tersebut antara lain: aktornya, isu, faktor penyebab, lingkupnya, usaha
lain yang pernah ada, jenis konflik, arah/potensi, sifat kekerasan, wilayah,
fase dan intensitas, kapasitas dan sumbernya, alatnya, keadaan hubungan yang
bertikai, dan sebagainya. Cara penyelesaian konflik lebih tepat jika
menggunakan model-model penyelesaian yang disesuaikan dengan kondisi wilayah
serta budaya setempat. Ideal apabila penyelesaian tersebut dilakukan atas
inisiatif penuh dari masyarakat bawah yang masih memegang teguh adat lokal
serta sadar akan pentingnya budaya lokal dalam menjaga dan menjamin keutuhan
masyarakat.
Di antara kearifan lokal yang
sudah ada sejak dahulu dan masih terpelihara sampai sekarang antara lain
dalihan natolu (Tapanuli), rumah betang (Kalimantan Tengah), menyama braya
(Bali), saling Jot dan saling pelarangan (NTB), siro yo ingsun, ingsun yo siro
(Jawa Timur), alon-alon asal kelakon (Jawa Tengah/DI Yogyakarta), dan basusun
sirih (Melayu/Sumatra). Tradisi dan kearifan lokal yang masih ada serta berlaku
di masyarakat, berpotensi untuk dapat mendorong keinginan hidup rukun dan
damai. Hal itu karena kearifan tradisi lokal pada dasarnya mengajarkan
perdamaian dengan sesamanya, lingkungan, dan Tuhan. Hal yang sangat tepat
menyelesaikan konflik dengan menggunakan adat lokal atau kearifan lokal karena
selama ini sudah membudaya dalam masyarakat. Oleh karena kearifan lokal adalah
sesuatu yang sudah mengakar dan biasanya tidak hanya berorientasi profan
semata, tetapi juga berorientasi sakral sehingga pelaksanaannya bisa lebih
cepat dan mudah diterima oleh masyarakat. Dengan adat lokal ini diharapkan
resolusi konflik bisa cepat terwujud, bisa diterima semua kelompok sehingga
tidak ada lagi konflik laten yang tersembunyi dalam masyarakat
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Konflik tidak selamanya
berakibat negatif bagi masyarakat. Jika bisa dikelola dengan baik, konflik
justru bisa menghasilkan hal-hal yang positif. Misalnya, sebagai pemicu
perubahan dalam masyarakat, memperbarui kualitas keputusan, menciptakan inovasi
dan kreativitas, sebagai sarana evaluasi, dan lain sebagainya. Namun demikian,
tidak menutup kemungkinan bahwa jika konflik tidak dikelola dengan baik dan
benar, maka akan menimbulkan dampak negatif dan merugikan bagi masyarakat.
Sebagai sebuah catatan bahwa dalam
upaya menyelesaikan konflik haruslah dipahami betul kompleksitas serta
kerumitan konflik yang dihadapi. Semua harus sadar bahwa setiap konflik
memiliki kompleksitas masing-masing sehingga tidak bisa begitu saja
mengaplikasikan sebuah teori untuk menyelesaikannya. Semua juga harus ingat
bahwa selain teori-teori resolusi konflik yang ada, sebenarnya masyarakat juga
memiliki budaya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Namun demikian,
penyelesaian konflik sering melupakan adat dan budaya lokal tersebut. Untuk
itulah penting untuk menggali kembali kekayaan budaya sendiri.